Budidaya belut kini mulai banyak diminati. Hal ini tentu tak lepas dari tingginya permintaan, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Selain banyak digemari karena rasanya yang lezat dan kaya akan nutrisi yang baik bagi tubuh, hewan air tawar yang satu ini juga tergolong mudah untuk dibudidayakan. Ada dua cara yang umumnya digunakan untuk melakukan budidaya belut, yaitu budidaya dalam kolam dengan lumpur dan tanpa lumpur. Keduanya memiliki keunggulan masing-masing dan akan dibahas lengkap hingga masa panen. Bagaimana peluang usaha dan cara budidaya belut yang mudah dan menguntungkan, termasuk bagi pelaku usaha pemula? Selengkapnya ada di artikel ini.
Belut merupakan salah satu jenis ikan yang hidup di air tawar. Belut yang berbentuk khas dengan badannya yang licin ini biasanya ditemukan di sekitar sawah atau rawa yang sebagian besar berupa lumpur. Di habitatnya ini, terdapat makanan alami bagi belut, diantaranya cacing tanah, serangga, siput, berudu, hingga jasad renik. Meskipun hidup di lumpur, belut tetap bisa hidup dan dibudidayakan di kolam. Hanya saja, belut yang dibudidayakan harus diberi makan secara rutin karena tidak adanya pakan alami yang tersedia.
Untuk membudidayakan belut di kolam lumpur, kolam dibuat seperti habitat aslinya, sedangkan untuk budidaya di kolam tanpa lumpur, cukup untuk membuat kolam dengan media tertentu, misalkan tanah, tembok, terpal ataupun drum, dan mengisikan air di dalamnya.
Ada beberapa alasan yang membuat banyak orang yang berminat untuk melakukan usaha ternak belut ini. Apakah kamu termasuk pemula yang tertarik untuk memulai usaha ini? Berikut ini adalah beberapa keuntungan melakukan budidaya belut.
Pada dasarnya perawatan belut di media lumpur sangat mudah, karena kamu sama sekali tidak membutuhkan pemeliharaan yang khusus, asalkan pakannya sudah sesuai dan diberikan secara rutin dalam jumlah yang mencukupi, maka kamu hanya tinggal menunggu masa panen saja.
Untuk melakukan usaha budidaya belut, modal yang dibutuhkan relatif tidak banyak. Hanya dengan modal sekitar Rp 2 juta saja, kamu sudah bisa memulai persiapannya, termasuk membuat kolam, membeli bibit dan pakan, dll. Bahkan kamu bisa saja memanfaatkan alam dengan cara mencari indukan belut di area persawahan, serta mencari sendiri pakan yang berupa hewan yang menjadi makanan belut di alam.
Usaha ternak belut mendatangkan laba yang menjanjikan. Untuk 1 kilogram belut, kamu bisa menjualnya dengan harga Rp 40,000. Dalam 1 kali pembibitan sebanyak 3 kilogram, kamu sudah membesarkan 1500 ekor belut.
Pada masa panen, dalam setiap 1 kilogram biasanya terdapat 8 ekor belut yang siap dikonsumsi. Dengan jumlah bibit 1500, dan dalam setiap kilogram terdapat 8 ekor, maka hasil panen adalah 187 kilogram.
Jika harga jualnya Rp 40,000 per kilogram, maka hasil penjualan untuk 1 kolam adalah Rp 40,000 dikalikan dengan 187, maka menjadi Rp 7.480.000.
Daging belut yang bercita rasa gurih dan nikmat membuatnya menjadi makanan favorit banyak orang, sehingga permintaannya di pasaran pun menjadi tinggi. Namun tingginya permintaan ini belum diimbangi dengan suplai yang memadai, mengingat jumlah pembudidaya belut di Indonesia belum banyak, sehingga peluang bagi pelaku usaha masih besar karena rendahnya tingkat persaingan.
Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan usaha budidaya belut, yaitu pembuatan kolam; pemilihan bibit; pembesaran/ pemeliharaan, termasuk pemberian pakan; panen dan pemasaran.
Dalam proses budidaya belut, sebaiknya disiapkan 3 jenis kolam, yaitu kolam pemijahan, kolam pendederan, dan kolam pembesaran.
Kolam pemijahan berfungsi sebagai tempat mengawinkan belut agar dapat bertelur dan menghasilkan anakan. Kolam pendederan berfungsi sebagai tempat pertumbuhan belut dari mulai menetas hingga siap ditebar di kolam pembesaran. Dan kolam pembesaran berfungsi untuk menyiapkan belut hingga dapat dipanen dan dijual.
Kolam dapat dibuat dengan beberapa pilihan material, yaitu tembok, terpal ataupun drum. Kolam juga dapat dibuat dengan lumpur atau tanpa lumpur.
Untuk kolam dengan lumpur, keunggulannya yaitu tersedianya pakan alami bagi belut, sehingga biaya untuk pembelian pakan bisa lebih hemat, dan belut bisa hidup seperti di habitat aslinya. Namun, kolam dengan lumpur ini ada kelemahannya, yaitu waktu pembuatan kolam yang lebih lama serta material yang lebih banyak, termasuk menyiapkan media lumpur tersebut. Selain itu, cukup sulit bagi pembudidaya untuk memantau keadaan belut karena hewan tersebut berada dalam lumpur.
Untuk menyiasati ketersediaan lahan yang dimiliki, biasanya digunakan drum sebagai material kolamnya. Selain itu, budidaya dengan cara menggunakan drum ini terbilang lebih hemat, karena biaya totalnya hanya sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta saja. Berikut beberapa tahap yang perlu disiapkan dalam memulai budidaya dengan drum :
Menyiapkan media tumbuh yang tepat juga menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam budidaya ternak belut. Kamu bisa menggunakan lumpur kering, pupuk TSP, kompos, serta starter mikroorganisme dengan takaran yang tepat. Nantinya, media tumbuh diletakkan dalam kolam drum. Berikut langkah-langkah untuk membuat media tumbuh:
Kedalaman dari kolam berkisar 1 hingga 1,25 m dengan ketebalan lumpur sekitar 10-20 cm. Fungsi dari pupuk kandang adalah untuk menghadirkan pakan alami bagi belut, sedangkan lumpur berfungsi untuk memanipulasi kolam seolah habitat aslinya.
Keunggulan cara ini yaitu mudah memantau keadaan dan pertumbuhan belut, kolam lebih bersih, dan bisa memuat lebih banyak belut untuk ukuran yang sama dengan kolam lumpur. Sedangkan kelemahannya adalah biaya pakan lebih mahal karena tidak tersedianya pakan alami, sehingga kamu harus memberikan pakan seperti pelet secara rutin.
Pilihan material yang bisa digunakan untuk kolam tanpa lumpur yaitu tanah, tembok, terpal, atau drum, disesuaikan dengan budget dan luas area. Untuk budget yang lebih murah dan luas area lebih kecil, kolam terpal dan drum adalah pilihan yang lebih baik. Cara pembuatannya yaitu:
Kalau kamu memiliki modal lebih, agaknya memilih cara budidaya ternak belut tanpa lumpur merupakan pilihan tepat. Cara ini tidak jauh berbeda dengan budidaya ternak belut di dalam drum. Hanya saja pada budidaya tanpa lumpur ini, kamu perlu memperhatikan beberapa hal, termasuk cara perawatan yang tepat. Perhatikan kualitas air yang ada di dalam kolam, mengingat hewan yang satu ini sering mengeluarkan lendir sebagai bagian dari pertahanan diri, sehingga jelas mempengaruhi tingkat pH air. Apabila pH air sudah melebihi batas normalnya yaitu 7, air di dalam kolam tersebut harus segera dinetralkan dengan sirkulasi yang memadai.
Seperti halnya budidaya hewan lainnya, pemilihan bibit juga menjadi salah satu faktor penting dalam pertumbuhan belut. Oleh karena itu, kamu perlu memilih bibit belut yang berkualitas.
Ciri-cirinya adalah sehat, memiliki pergerakan yang lincah, badan bebas dari luka, serta ukurannya seragam kira-kira sekitar 10 hingga 12 cm. Hal ini dimaksudkan agar menghindari kanibalisme antar belut yang satu dengan lainnya, karena belut berukuran kecil selalu menjadi incaran.
Penebaran bibit atau pendederan bisa kamu lakukan pada kolam yang telah disediakan (permanen, terpal, atau drum).
Bagaimanakah membedakan antara belut jantan dan belut betina?
Belut yang panjangnya antara 20 hingga 20 cm dengan umur 3 sampai 6 bulan merupakan induk betina. Ciri fisiknya, yakni kepala runcing, warna kulit kehijauan pada punggung dan putih kekuningan pada bagian perut. Sementara itu, belut jantan memiliki panjang sekitar 40 hingga 50 cm dengan umur 6 sampai 9 bulan. Ciri fisiknya, bentuk kepala lebih tumpul, warna kulit keabu-abuan.
Pemijahan : Jika kamu membudidayakan belut pada kolam dengan air bersih (tanpa lumpur) belut tidak bisa dipijahkan pada kondisi tersebut. Oleh karena itu, kamu harus mempersiapkan kolam khusus pemijahan dengan diberi lumpur. Caranya sebagai berikut:
Pendederan : Pemindahan ke kolam pendederan bertujuan untuk mengurangi tingkat mortalitas bibit belut serta membuat belut dalam ukuran yang seragam. Caranya yaitu :
Pembesaran : Saat belut telah berukuran lebih dari 8 cm, atur kepadatan kolam agar menjadi 100 ekor per meternya. Setelah belut mencapai ukuran 15 cm cm, kepadatan kolam menjadi 25 ekor per meternya. Pada tahap ini, pakan yang bisa diberikan adalah pelet, kecebong, cacing, ulat, dan cincangan ayam tiren. Setelah mencapai umur 3 bulan, belut sudah masuk pada tahap panen dan pemijahan untuk menghasilkan anakan. Pada saat ini, hal yang harus kamu monitor adalah ukuran besarnya belut dan pasokan makanan belut yang tidak boleh kurang. Hal ini mampu meminimalisir terjadinya kanibalisme pada belut.
Baca juga :
Budidaya ternak belut tidak akan berjalan lancar bila kamu lalai dalam memperhatikan kualitas pakan yang diberikan. Pakan yang bergizi tentunya bakal mempengaruhi pertumbuhan belut.
Kamu bisa memberikan pakan dengan takaran tergantung dari bobot belut. Untuk belut kecil, sebaiknya diberikan cacing, larva ikan, kutu air, dan kecebong, sedangkan belut dewasa, bisa diberi katak, bekicot, belatung, dan ikan dengan takaran selama tiga hari sekali pada waktu sore hari.
Setelah mencapai ukuran siap konsumsi, sekitar 30-40 cm, belut siap untuk dipanen untuk kemudian dipasarkan. Umumnya proses pemanenan belut terjadi dalam kurun waktu 3 hingga 4 bulan saja, tergantung dari bobot dan panjang dari benih belut.
Untuk cara pemanenannya, bisa dilakukan dengan sebagian dan total. Kalau kamu melakukan pemanenan sebagian, maka kamu bisa menyisakan belut-belut kecil untuk dibesarkan kembali saat masa panen selanjutnya. Kamu bisa menjual belut dengan harga sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per kilogram.
***
Itulah tahapan serta berbagai tips dalam melakukan budidaya belut. Permintaan belut kini bukan hanya sekedar untuk dikonsumsi saja. Selain dijadikan berbagai olahan makanan, daging belut juga dikembangkan menjadi beragam suplemen untuk membantu menjaga kesehatan tubuh. Dengan pemasaran yang baik, kamu bisa meraih kesuksesan dari usaha budidaya belut ini.
1 Comment
Arsil Ahmad
Terimakasih infonya.. Keren